15 km dari bukittinggi, terdapat gua, yang panjangnya 5 km, dinamakan gua ngalau kamang. stalagmit & stalagtit yang ada di dalam gua membuat suasana romantis, dengan sinar lampu, menarik wisatawan.
CUKUP beralasan kalau Sumatera Barat dijadikan satu di antara 9 dari tujuan wisata. Di sana tak sedikit yang bisa dilihat. Misalnya Ngalau Kamang di Ranah Minang yang kesohor itu. Sasaran wisata yang cukup unik ini adalah paduan antara keindahan pemandangan dan keajaiban alam dengan latar belakang sejarah. Dan jangan lupa tempat yang menawarkan suasana romantis itu juga bisa bikin jantung berdebar-debar. Ngalau Kamang memang bukan sekedar gua yang memanjang menerobos bukit. Menurut Nazar Sidin SH wakil ketua Bapparda Sumatera Barat ngala amang berarti gua air.Seperti diisyaratkan namanya tempat tamasya itu memang gua dan air. Di sepanjang gua yang 5 km itu tak ada sebuah sungai kecil mengalir. Ini tidak berarti bahwa kalau orang menyusuri itu gua lantas berkecupak air apalagi khawatir terlanda banjir. Sebab dinding-dinding gua alamiah ini sudah dibeton sekalipun terasa lembab. Dan itu kan memang sudah menjadi sifat hampir semua gua yang biasanya selalu dirembesi air. Karena itu lantai beton sepanjang gua pun jadi agak licin. Dari sumber mata air di bukit yang agal ketinggian air mengalir menuju sumber di tengah-tengah gua yang dalamnya tak kurang dari 25 meter dengan lebar 2« meter. Juara loncat jauh pun agaknya akan berfikir-fikir dulu buat melompatinya'.
Gambaran seperti itulah yang mungkin bisa menawarkan suasana avontur. Kaki mudah terpeleset kalau tak berhati-hati. Dan kalau itu terjadi dinding beton siap memberi benturan-benturan. Bukan itu saja benda-benda yang bersembulan bagai kerucut tajam pun tak segan-segan menyambutnya. Karena proses kimiawi selama ratusan tahun -- dan diduga seumur gua itu sendiri-cairan-cairan kapur yang nenetes lalu membatu bahkan mengeras. Lebih keras dari batu biasa. Tentu saja sebab zat kapur itu sendiri juga mengandung zat perekat. Yang menetes (dan karenanya tergantung) disebut stalastit, sedang hasil tetesan (yang menggunung dengan ujung tajam) disebut Istalagnit.
Kerucut-kerucut yang putih kekuning-kuningan ini tak jarang berukuran sampai 2 meter. Di Karang Bolong atau Gua Rasa Wuni wilayah Yogya atau Gua Ijo dekat Gombong, juga ada panorama seperti itu sekalipun tidak sebesar dan sepanjang Ngalau Kamang. Tempat seperti ini tentu sangat mengesankan bagi muda-mudi yang sedang berkasih-kasihan, gurau Naar kepada reporter DS Karma yang pertengahan Nopember kemarin, bersama-sama sejumlah wartawan Jakarta Singapura dan Malaysia dikirim ke sana oleh Direktorat Bina Pemasaran Pariwisata. Kalau saja ketika itu ada wartawan yang mencoba berasyik-masyuk memang bisa saja. Dengan berpura-pura mau terpeleset atau menghindar dari benturan-benturan sang pacar boleh dipegang atau dirangkul erat-erat.
Namun tidak berarti gua ini sempit. Lebarnya kurang lebih 2« meter dan juga tidak terlalu gelap gulita. Sebab selain ada seorang petugas yang memandu dengan lampu petromaks di tangan di beberapa tempat dipasang lampu-lampu neon yang menyala berkat sebuah pembangkit tenaga listrik.
Dengan begitu sang gua tidak hanya berfungsi sebagai pengasyik yang berkencan saja. Stalagtit dan stalagmit tentu bakal bikin kagum wisatawan, paling tidak wisatawan domestik. Sebab di Belgia misalnya orang juga mengenal gua semacam itu -- bahkan lebih panjang dan luas dengan sebuah panggung dan bar di dalamnya. Dikenal dengan sebutan Hans Grotto dekat kota Lesse panjangnya tak kurang dari 12 kilometer sekalipun yang bisa dinikmati turis cuma 2 kilometer saja. Dan juga diberi penerangan segala macam. Tapi penerangan di Ngalau Kamang bukannya tidak menarik.
Efek bayangan kerucut kapur mampu menggugah imajinasi macam-macam. Dan rupanya sekalipun tidak disengaja. Lampu neon itu memang tidak memberikan penerangan yang benderang hingga keremangan di rongga gua semakin memperkuat pesona dan romantis. Apalagi kalau diselnya ngadat alias mogok. Tinggal cahaya petrouaks saja yang membiaskan cahaya menyeramkan. Dulu pernah dipasang lampu sorot tapi kemudian rusak. Dan sampai sekarang belum sempat diganti", keluh Nazar. Keluhan macam itu akan terdengar pula kalau ia teringat keinginan annya membikin jembatan di atas sumur (lebih tepat jurang) di tengah gua.
Pejuang
Dulu tempat ini pernah dijadikan benteng pertahanan pejuang-pejuang kemerdekaan melawan penjajah", tutur Nazar. Di tahun 1831, sebagai benteng bagi Tuanku Nan Rcnceh dan pengikut-pengikutnya. Adapun tuanku yang satu ini adalah salah seorang perwira dan pejuang nan masyhur pengikut Tuanku lmam Bonjol pejuang kemerdekaan melawan penjajah dalam Perang Padri 1821 --1837 seperti dituturkan sejarah. Nan Rencch dikenal pula sebagai satu di antara Hariman Nan Salapan (Harimau Yang Delapan) di Luhuk Agam. Kedelapan perwira Imam Bonjol ini sangat ditakuti Belanda. Dalam gua Ngalau Kamang memang ada ruangan seluas 70 meter persegi tempat Tuanku Nan Renceh mengatur siasat dan mempertahankan diri. Dan pastilah gua ini ideal untuk itu. Ada sumur yang airnya bersih dan cukup buat persediaan memasak sementara bukit yang melindungi gua tak mudah digempur meriam sundut ataau metraliur model kuno saat itu.
Tak jelas kapan gua ini diketemukan orang. Yang jelas dulu dihuni orang primitif, tutur Nazar pula yang menambahkan bahwa orang pariwisata baru menanganinya sejak 1969. Tempat piknik yang berjarak 15 kilometer dari Bukittinggi ini memang mudah dicapai dengan sembarang jenis kendaraan. Jalan ke sana cukup baik datar sekalipun belum diaspal. Dan karena sudah dipariwisatakan maka pintu-pintu gua pun dihiasi dengan gerbang model rumah gadang. Masuk dari pintu utama turis boleh keluar dari lobang lain di tempat agak tinggi. Kelak di sekitar gua dan sekelilingnya akan diperindah dengan tanaman flamboyan ucap Nazar yang sama sekali tak khawatir kalau-kalau hal itu justru bakal mengurangi keaslian atau suasananya yang agak seram. Tapi kapan? Nazar hanya geleng kepala. Penghambatnya soal yang biasa: biaya.
dicopy dari tempointeraktif.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar